PENDAHULUAN
Pasar modal adalah tempat bertemunya para pemodal dan pencari modal. Terdapat tiga
tujuan utama adanya pasar modal (Raharjo, 2010; Sari & Andriyani, 2023) pertama, mempercepat
proses perluasan pengikutsertaan masyarakat dalam pemilikan saham perusahaan. Kedua,
pemerataan pendapatan bagi masyarakat dan ketiga, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
menghimpun dana secara produktif. Secara umum kegiatan pasar modal diatur dalam Undang-
undang No. 8 tahun 1995 (UUPM). Pada pasal 1 menyatakan bahwa pasar modal adalah kegiatan
yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang
berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Dalam peraturan tersebut tidak di bedakan antara pasar modal dengan pasar modal syariah
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, 1995).
Perkembangan perekonomian suatu negara mempengaruhi perkembangan suatu
perusahaan, salah satunya di pengaruhi oleh perekonomian makro (Dornbusch & Fischer, 2001;
Wahyudi & Sani, 2014). Suta, mengemukakan bahwa dalam kegiatan ekonomi makro terkandung
aspek produksi, pendapatan, pengeluaran, anggaran nasional, jumlah uang beredar dan neraca
pembayaran (Suta, 2000, p. 21). Kondisi ekonomi makro yang stabil merupakan energi pendorong
bagi berkembangnya pasar modal (Putong et al., 2013).
Dampak merosotnya nilai tukar rupiah terhadap pasar modal memang dimungkinkan,
mengingat sebagian besar perusahaan yang go public di BEI mempunyai hutang luar negeri dalam
bentuk valuta asing (Murtini & Amijoyo, 2012). Di samping itu produk produk yang dihasilkan
oleh perusahaan publik tersebut banyak menggunakan bahan yang memiliki kandungan impor
tinggi.
Di Indonesia tingkat suku bunga Bank sentral diproxykan pada tingkat suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia Syariah atau SBIS (Husnan & Pudjiastuti, 2004; Thobarry, 2009).
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.10/11/PBI/2008, Sertifikat Bank Indonesia Syariah
adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang
rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia (Bank Indonesia, 2008). Tujuan dari penerbitan SBIS
adalah untuk menjaga stabilitas moneter, yaitu BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai
rupiah. Investasi produk bank seperti deposito atau tabungan jelas lebih kecil resikonya
dibandingkan investasi dalam bentuk saham (Hartono, 2013; Sutedi, 2011; Sutrisno, 2012).
Kurs mata uang menunjukkan harga mata uang apabila ditukarkan dengan mata uang lain.
Penentuan nilai kurs mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain ditentukan sebagai
mana halnya barang yaitu oleh permintaan dan penawaran mata uang yang bersangkutan. Hukum
ini juga berlaku untuk kurs rupiah, jika permintaan akan rupiah lebih banyak daripada penawaran
maka kurs rupiah ini akan terapresiasi, demikian pula sebaliknya (Yuanda et al., 2023). Apresiasi
atau depresiasi akan terjadi apabila negara menganut kebijakan nilai tukar mengambang bebas
(free floating exchange rate) sehingga nilai tukar akan ditentukan oleh mekanisme pasar
(Kuncoro, 2001, p. 41; Wicaksana, 2012).
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas dan dari fenomena yang timbul beserta
penelitian yang telah dilakukan. Penulis ingin memberikan jawaban tentang fenomena yang
terjadi dan memberikan informasi lebih banyak tentang pengaruh-pengaruh beserta hubungan dari
masing-masing variabel yaitu inflasi, SBIS, dan nilai tukar rupiah terhadap Harga Saham
Perusahaan JII 2012-2017, maka dari itu penulis mengangkat judul “Pengaruh SBIS, Inflasi, dan
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Harga Saham Perusahaan Jakarta Islamic Indeks 2012-2017”.